KONSTITUSI APOSTOLIK
“MISSALE ROMANUM”
(Constitutio Apostolica “Missale Romanum”)
DENGAN INI DIMAKLUMKAN
MISALE ROMAWI
YANG DIPUGAR
ATAS AMANAT KONSILI EKUMENIS VATIKAN II
Uskup Paulus,
Hamba Para Hamba Allah
Demi Kenangan Abadi
Missale Romanum yang dimaklumkan oleh pendahulu kami, S. Pius V, pada tahun 1570 untuk melaksanakan dekrit Konsili Trente,[1] oleh semua orang diakui sebagai salah satu dari sekian banyak buah yang manfaatnya tak terperikan, yang dihasilkan oleh Sinode Suci itu bagi seluruh Gereja Kristus. Sebab selama empat abad buku ini tidak hanya di pakai oleh para imam Ritus Romawi sebagai pegangan untuk melaksanakan kurban ekaristis, tetapi juga disebarkan ke seluruh dunia oleh para pewarta Injil. Lagi pula tak terbilang banyaknya orang kudus telah membina hidup rohani dan kesalehan lewat bacaan-bacaan dan doa-doa Missale Romanum, yang sebagian besar disunting oleh S. Gregorius Agung.
Akan tetapi, lama-kelamaan di kalangan umat kristen tumbuh dan berkembang luas suatu minat mendalam untuk mengembangkan liturgi kudus. Oleh pendahulu kami, Pius XII, gejala ini dinilai sebagai tanda nyata dari kehendak Allah, yang dengan penuh kasih memperhatian dan membimbing manusia zaman sekarang, dan juga sebagai dorongan dari Roh Kudus, yang membawa berkat bagi seluruh Gereja-Nya.[2] Gerakan pembaharuan liturgi itu semakin memperjelas kenyataan bahwa rumus-rumus Missale Romanum perlu ditinjau kembali dan disederhanakan. Mengawali usaha ini, pendahulu kami itu menerbitkan Tata Perayaan Malam Paskah yang telah dipugar.[3] Dengan demikian pemugaran ini merupakan bagaikan langkah pertama ke arah penyesuaian Missale Romanum pada cita rasa baru zaman sekarang.
Konsili Ekumenis Vatikan II baru-baru ini, melalui kostitusi liturgi Sacrosanctum Concilium, telah meletakan dasar untuk suatu pembaharuan menyeluruh atas Missale Romanum. Konstitusi ini menentukan, bahwa pertama-tama “naskah dan tata cara harus diatur sedemikan rupa sehingga mengungkapkan dengan lebih jelas hal-hal kudus yang ditandakannya;”[4] selanjutnya bahwa “Ordo Missae hendaknya ditinjau kembali, agar menjadi lebih jelaslah makna dan hubungan setiap bagiannya satu sama lain, sehingga mempermudah umat beriman berpartisipasi secara khidmat dan aktif”.[5] juga bahwa “khazanah harta Alkitab hendaknya di buka lebih lebar, agar makanan sabda Allah dihidangkan lebih melimpah kepada umat beriman.”[6] Pada akhirnya Konstitusi menentukan bahwa “hendaknya disusun suatu tata cara konselebrasi yang baru, dan disisipkan dalam buku Pontificale Romanum dan buku Missale Romanum.”[7]
Akan tetapi, jangan mengira bahwa pemugaran Missale Romanum itu secara mendadak jatuh dari langit! Kemajuan dalam bidang studi liturgi selama empat abad sebelumnya jelas sudah merintis jalan ke arah pemugaran itu. Tidak lama sesudah Konsili Trente, penelaahan serta penelitian atas “naskah-naskah kuno” yang ditemukan di Perpustakaan Vatikan dan di tempat lain, menurut kesaksian pendahulu kami S. Pius V dalam Konstitusi Apostolik Quo primum, telah memberikan andil yang tidak sedikit bagi pemugaran Missale Romanum. Sejak itu banyak sumber-sumber liturgi kuno ditemukan dan diterbitkan; begitu pula rumus-rumus liturgi Gereja Timur dipelajari lebih mendalam. Banyak orang mengharapkan, agar khazanah ajaran dan harta iman itu tidak dibiarkan terus tersembunyi dalam keremangan lemari-lemari perpustakaan, tetapi di buka dan dimanfaatkan untuk menerangi dan menghangatkan hati serta budi orang kristen.
Sekarang kami ingin sedikit menguraikan garis besar susunan Missale Romanum. Pertama-tama kami minta perhatian untuk Institutio Generalis[8] yang kami cantumkan sebagai Prooemium (Prakata). Di dalamnya dikemukakan kaidah-kaidah baru untuk merayakan kurban Ekaristi, baik mengenai pelaksanaan perayaannya serta tugas-tugas khusus para pelayan dan para peserta, maupun mengenai perlengkapan dan tempat yang diperlukan untuk kebaktian ilahi.
Unsur pembaharuan yang paling menonjol kiranya terletak dalam apa yang kini lazim disebut Prex Eucharistica (Doa Syukur Agung). Dalam Ritus Romawi bagian pertama doa ini, yakni “prefasi”, sepanjang sejarah selalu terbuka untuk aneka rumusan, tetapi bagian berikutnya, yang dinamakan Canon, selama kurun waktu abad IV dan V memperoleh bentuk yang tetap. Sebalilknya Liturgi-liturgi Timur selalu mengizinkan adanya variasi tertentu dalam Anafora-anafora itu sendiri. Bertalian dengan ini, pertama-tama Doa Syukur Agung diperkaya dengan banyak rumus prefasi, entah diambil dari tradisi kuno Gereja Romawi entah digubah baru, agar dengan demikian aspek-aspek khusus dari misteri keselamatan dapat ditampakkan dengan lebih jelas, dan agar disajikan alasan-alasan yang lebih banyak dan lebih berlimpah untuk bersyukur. Selain itu, kami menentukan bahwa Kanon Romawi ditambah dengan tiga Doa Syukur Agung baru. Akan tetapi, baik atas pertimbangan pastoral maupun demi kelancaran konselebrasi, kami menetapkan bahwa kisah institusi harus sama dalam semua rumus Doa Syukur Agung. Dari sebab itu, Kami menghendaki, agar dalam setiap Doa Syukur Agung, kata-kata itu dirumuskan sebagai berikut: Atas Roti: Accipite et manducate ex hoc omnes! Hoc est enim Corpus meum, quod pro vobis tradetur; dan atas piala: Accipite et bibite ex eo omnes! Hic est enim calix sanguinis mei novi et aeterni testamenti, qui pro vobis et pro multis effundentur in remissionem peccatorum. – Hoc facite in meam commemorationem. Sedangkan kata Mysterium fidei dicabut dari konteks kata-kata Kristus Tuhan dan diucapkan imam untuk membuka aklamasi umat.
Sejauh menyangkut Ordo Missae, “tata cara dibuat lebih sederhana dengan tetap memper-tahankan hal-hal yang pokok,”[9] dengan menghilangkan “pengulangan dan tambahan tidak perlu yang muncul dalam perjalanan sejarah,”[10] dalam kaitan dengan tata cara persembahan roti serta anggur dan tata cara pemecahan roti serta komuni.
Selanjutnya, “beberapa hal yang menjadi pudar dikikis waktu dihidupkan kembali selaras dengan kaidah-kaidah semasa para bapa Gereja.”[11] misalnya homili[12] dan doa umat;[13] juga tata cara tobat atau tata cara pendamaian kembali dengan Allah dan sesama saudara, yang dilakukan pada permulaan Ekaristi, kini mendapatkan kembali makna asli sebagaimana mestinya.
Konsili Vatikan II juga menentukan agar “dalam kurun waktu beberapa tahun bagian-bagian penting dari Alkitab dibacakan kepada umat.”[14] Oleh karena itu, seluruh khazanah bacaan hari Minggu diatur dalam lingkaran tiga tahun. Kecuali itu, pada setiap hari Minggu dan hari raya pembacaan surat-surat dan Injil didahului dengan satu bacaan lain, yang diambil dari Perjanjian Lama atau – dalam Masa Paskah – dari Kisah Para Rasul. Dengan ini kesinambungan proses dalam sejarah keselamatan menjadi lebih jelas, sebagaimana tampak dalam sabda-sabda yang diwahyukan Allah sendiri. Khazanah bacaan Alkitab yang melimpah ini, yang pada hari Minggu dan hari raya menyajikan bagian-bagian yang paling penting, akan dilengkapi dengan kutipan-kutipan lain dari Alkitab, yang dibawakan pada hari-hari lain.
Semua itu diatur demikian agar dalam hati umat beriman terus-menerus dibangkitkan rasa lapar yang semakin besar akan sabda Allah.[15] Di bawah bimbingan Roh Kudus kiranya kelaparan ini mendorong umat Perjanjian Baru ke arah persatuan sempurna Gereja. Dengan demikian kami sungguh yakin, bahwa para imam dan umat akan dapat menyiapkan hatinya dengan lebih baik untuk merayakan perjamuan Tuhan, dan dengan merenungkan Alkitab secara mendalam, mereka sekaligis makin dikuatkan oleh sabda Allah. Kesimpulannya ialah: Sesuai dengan anjuran Konsili Vatikan II semua orang akan mengakui Alkitab sebagai sumber abadi kehidupan rohani, sebagai dasar semua pengajaran kristiani, dan sebagai intisari segala penelaahan teologis.
Pemugaran Missale Romanum tidak terbatas pada ketiga bagian yang sudah kami sebut di atas, yakni Doa Syukur Agung, Tata Perayaan Ekaristi, dan Tata Bacaan Misa. Bagian-bagian lain pun telah ditinjau kembali dan banyak diubah, yakni Rumus untuk Hari-hari Minggu dan Hari Biasa, Rumus Khusus Para Kudus, Rumus Umum Para Kudus, rumus Misa Ritual, dan rumus yang lazim disebut Misa Votif. Dalam hal ini diberi perhatian khusus pada rumus-rumus doa; jumlahnya menjadi lebih banyak, supaya lebih tepat menanggapi keperluan baru zaman sekarang, dan doa-doa kuno yang telah ditelaah secara kritis dipulihkan seturut jiwa aslinya. Dengan demikian, masing-masing hari biasa dalam masa-masa liturgi utama, yakni Masa Adven, Natal, Prapaskah, dan Paskah, kini dilengkapi dengan rumus-rumus doa sendiri.
Tinggal Graduale Romanum, yang teksnya tidak mengalami perubahan, sekurang-kurangnya sejauh menyangkut lagunya. Namun dalam rangka menyajikan naskah yang lebih mudah dipahami, mazmur tanggapan (yang sering disinggung oleh St. Agustinus dan St Leo Agung) telah dipugar, supaya lebih mudah dapat digunakan dalam Misa tanpa nyanyian.
Akhirulkalam, dari semua yang sudah kami beberkan mengenai Missale Romanum, kami ingin menggarisbawahi satu hal ini: Ketika pendahulu kami, S Pius V, memaklumkan edisi perdana Missale Romanum, ia menampilkannya kepada umat kristen sebagai sarana kesatuan liturgis dan tugu peringatan yang mengungkapkan kebaktian yang tulus dan khidmat dalam Gereja. Begitu pula kami!
Walaupun kami, seturut ketentuan Konsili Vatikan II, membenarkan “perubahan dan penyesuaian yang wajar”[16] terhadap Missale baru, namun harapan kami tidaklah berbeda, yakni agar Missale ini disambut oleh umat beriman sebagai bantuan untuk membuktikan dan mengukuhkan persekutuan mereka satu sama lain. Semoga dengan Missale ini dalam keanekaan sekian banyak bahasa, semua memanjatkan doa yang sama kepada Bapa surgawi, dengan perantaraan Yesus Kristus, Imam Agung kita, dalam Roh Kudus: doa yang melebihi harumnya dupa mana pun.
Kami menghendaki bahwa ketentuan dan ketetapan-ketetapan ini diberlakukan secara mantap dan efektif sekarang dan pada masa yang akan datang, tanpa terhalang oleh konstitusi dan ketetapan apostolik yang dimaklumkan oleh para pendahulu kami – sejauh ada yang nadanya berbeda – atau oleh ketentuan lain manapun, termasuk yang selayaknya disebut dan dicabut secara eksplisit.
Roma, 3 April 1969 Hari Raya Kamis Putih Paulus VI
PEDOMAN UMUM MISALE ROMAWI
(Institutio Generalis Missalis Romani)
PRAKATA (1)
BAB I – MAKNA DAN MARTABAT PERAYAAN EKARISTI (16-26)
BAB II – SUSUNAN, UNSUR-UNSUR, DAN BAGIAN-BAGIAN MISA
Pewartaan dan Penjabaran Sabda Allah (29)
Doa dan tugas-tugas Imam lainnya (30-33)
Rumus-rumus Lain dalam Perayaan (34-37)
Cara membawakan Aneka Teks (38)
Makna Nyanyian (39-41)
Tata Gerak dan Sikap Tubuh (42-44)
Saat Hening (45)
Perarakan Masuk (47-48)
Penghormatan Altar dan Salam Kepada Umat (49-50)
Pernyataan Tobat (51)
Tuhan Kasihanilah (52)
Kemuliaan (53)
Doa Pembuka (54)
Saat Hening (56)
Bacaaan – bacaan dari Alkitab (57-60)
Mazmur Tanggapan (61)
Bait Pengantar Injil (62-64)
Homili (65-66)
Pernyataan Iman (67-68)
Doa Umat (69-71)
Persiapan Persembahan (73-76)
Doa Persiapan Persembahan (77)
Doa Syukur Agung (78-79)
Ritus Komuni (80)
Bapa Kami (81)
Ritus Damai (82)
Pemecahan Roti (83)
Komuni (84-89)
BAB III – TUGAS DAN PELAYANAN DALAM MISA (91- 111)
BAB IV – PELBAGAI BENTUK PERAYAAN MISA (112-287)
A. Misa Umat Tanpa Diakon (120-170)
Ritus Pembuka (120-127)
Liturgi Sabda (128-138)
Liturgi Ekaristi (139-165)
Ritus Penutup (166-170)B. Misa Umat dengan Diakon (171-186)
Ritus Pembuka (172-174)
Liturgi Sabda (175-177)
Liturgi Ekaristi (178-183)
Ritus Penutup (184-186)
C. Tugas Akolit (187)
Ritus Pembuka (188-189)
Liturgi Ekaristi (190-193)
D. Tugas Lektor (194-198)
Ritus Pembuka (194-195)
Liturgi Sabda (196-198)
II. MISA KONSELEBRASI (199-209)
Liturgi Sabda (212-213)
Liturgi Ekaristi (214-215)
Cara Membawakan Doa Syukur Agung (216-236)
A. Doa Syukur Agung I atau Kanon Romawi (219-225)
B. Doa Syukur Agung II (226-228)
C. Doa Syukur Agung III (229-231)
D. Doa Syukur Agung IV (232-236)
Ritus Komuni (237-249)
Ritus Penutup (250-251)
III. MISA DENGAN HANYA SATU PELAYAN (252-272)
IV. BEBERAPA KAIDAH UMUM UNTUK SEMUA BENTUK MISA (273-287)
BAB V – TATA RUANG DAN PERLENGKAPAN GEREJA UNTUK PERAYAAN EKARISTI (288-318)
BAB VI – YANG DIPERLUKAN UNTUK PERAYAAN MISA (319-351)
BAB VII – PEMILIHAN RUMUS MISA DAN BAGIAN-BAGIANNYA (352-367)
BAB VIII – MISA DAN DOA UNTUK PELBAGAI KESEMPATAN DAN MISA ARWAH (368-385)
BAB IX – PENYERASIAN YANG MENJADI WEWENANG USKUP DAN KONFERENSI USKUP (386-399)
Catatan kaki :
- Konstitusi Apostolik Quo primum, 14 Juli 1570. ↩
- Pius XII, Ceramah di depan para peserta Kongres Liturgi Pastoral Internasional I, Assisi, 22 September 1956; AAS 48 (1956), hlm. 712. ↩
- Kongregasi Ibadat, Dekrit Dominicae resurrectionis, 9 Februari 1951: AAS (1951), hlm. 128; Dekrit Maxima redemptionis nostrae Mysteria, 16 November 1955: AAS 47 (1955), hlm. 838. ↩
- Konstitusi Konsili Vatikan II tentang Liturgi, Sacrosanctum Concilium, no. 21. ↩
- Konstitusi Konsili Vatikan II tentang Liturgi, Sacrosanctum Concilium, no. 50. ↩
- Konstitusi Konsili Vatikan II tentang Liturgi, Sacrosanctum Concilium, no. 51 ↩
- Konstitusi Konsili Vatikan II tentang Liturgi, Sacrosanctum Concilium, no. 58. ↩
- Dalam edisi Indonesia disebut Pedoman Umum. ↩
- Konstitusi Konsili Vatikan II tentang Liturgi, Sacrosanctum Concilium, no. 50. ↩
- Konstitusi Konsili Vatikan II tentang Liturgi, Sacrosanctum Concilium, no. 50. ↩
- Konstitusi Konsili Vatikan II tentang Liturgi, Sacrosanctum Concilium, no. 50. ↩
- Konstitusi Konsili Vatikan II tentang Liturgi, Sacrosanctum Concilium, no. 52. ↩
- Konstitusi Konsili Vatikan II tentang Liturgi, Sacrosanctum Concilium, no. 53. ↩
- Konstitusi Konsili Vatikan II tentang Liturgi, Sacrosanctum Concilium, no. 51. ↩
- “’Sesungguhnya, waktu akan datang,’ demikianlah firman Tuhan ALLAH, ‘Aku akan mengirimkan kelaparan ke negeri ini, bukan kelaparan akan makanan dan bukan kehausan akan air, melainkan akan mendengarkan firman TUHAN.’”(Amos 8: 11) ↩
- Konstitusi Konsili Vatikan II tentang Liturgi, Sacrosanctum Concilium, no. 38. ↩
Teks ini mengacu pada :
Pedoman Umum Misale Romawi/Institutio Generalis Missale Romanum
dalam bahasa Indonesia, Inggris, Perancis dan Italia.
#PUMR #Ekaristi #MisaleRomanum