Ungkapan “murid misioner” berasal dari tema Sidang Umum Kelima Para Uskup Amerika Latin dan Karibia yang berlangsung pada tanggal 13-31 Mei 2007 di Aparecida, São Paulo, Brasil. Dibuka oleh Paus Benediktus XVI, Sidang Umum ini mengangkat tema “Murid dan Misionaris Yesus Kristus supaya bangsa-bangsa kita memiliki hidup di dalam Dia.” Tema ini diilhami oleh kutipan Injil Yohanes : “Akulah Jalan dan Kebenaran dan Hidup” (Yoh 14:6). Dalam Sidang ini, Kardinal Jorge Bergoglio – yang kemudian menjadi Paus Fransiskus – dipilih untuk memimpin komite yang bertugas menyusun dokumen akhir. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan bahwa Paus Fransiskus yang berasal dari Argentina kerap menggunakan ungkapan “murid misioner” dan menjadikannya inti dari pesannya dalam Seruan Apostolik Evangelii Gaudium (: EG), Sukacita Injil.
Apakah itu “murid-misioner”?
Paus Fransiskus mengatakan : “setiap orang Kristen adalah seorang misionaris karena ia telah menjumpai kasih Allah di dalam Yesus Kristus; kita tidak lagi mengatakan bahwa kita adalah ‘murid’ dan ‘misionaris’, tetapi bahwa kita adalah ‘murid-misioner’” (EG 120). Karena itu, berdasarkan baptisan yang diterimanya, setiap anggota Umat Allah adalah “murid-misioner”, artinya pengikut Kristus yang diutus untuk melaksanakan perintah-Nya : “Pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu” (Mat 28:19-20).
Pembaharuan misioner : Gereja yang bergerak keluar
Paus Fransiskus mengundang kita untuk melakukan apa yang dia sebut sebagai pembaharuan misioner sehingga kita pun menjadi “Gereja yang bergerak keluar”, yaitu komunitas umat beriman yang tidak terlalu sibuk dengan dirinya sendiri, namun mau pergi “ke pinggiran” : “Gereja yang ‘bergerak keluar’ adalah komunitas para murid yang diutus yang mengambil langkah pertama, yang terlibat dan mendukung, yang berbuah dan bersukacita.” (EG 24).
Seorang murid misioner selalu menemukan jalan baru untuk mewartakan Injil, dia berani, dia tidak fokus pada dirinya sendiri tetapi pada orang-orang di luar Gereja, orang-orang yang beragama lain, orang miskin, dan orang-orang yang terpinggirkan. Seorang murid misioner tidak pergi ke sana untuk mewartakan Injil dengan membawa spanduk, tetapi berusaha memberikan kesaksian tentang sukacita menjadi seorang murid Kristus.
Sebagai catatan, dalam dokumen Evangelii Gaudium terjemahan bahasa Indonesia, ‘Murid Misioner’ disebut dengan istilah ‘Murid Misionaris’ dan ‘Murid-murid yang diutus’.