Pada tanggal 24 Oktober 2024, Paus Fransiskus merilis ensiklik baru yang berjudul Dilexit Nos (artinya “Ia telah mengasihi kita”). Ensiklik ini menyoroti urgensi untuk kembali kepada esensi kasih Yesus Kristus yang berdampak pada kehidupan sosial dan lingkungan, seraya menanggapi berbagai tantangan modern.
Kasih Sebagai Jawaban pada Materialisme Modern
Dalam Dilexit Nos, Paus Fransiskus menyampaikan keprihatinannya tentang dunia saat ini yang didominasi oleh kapitalisme konsumtif, di mana nilai manusia sering kali direduksi menjadi nilai transaksional. Ensiklik ini mengecam kegilaan akumulasi dan konsumsi yang tak hanya merusak hubungan antarmanusia, tetapi juga hubungan manusia dengan lingkungan alam sekitarnya.
Ensiklik ini menyajikan refleksi mendalam tentang bagaimana kasih Kristus, yang termanifestasi melalui kehadiran dan pengorbanan-Nya, menawarkan pembebasan dari perbudakan materialisme dan individualisme. Dengan mengambil inspirasi dari dua ensiklik sebelumnya, Laudato Si’ dan Fratelli Tutti, Paus memperluas diskusi mengenai ekologi integral dan persaudaraan universal. Dilexit Nos secara eksplisit menghubungkan tanggung jawab manusia untuk merawat bumi dan mengembangkan solidaritas antar manusia dengan kekuatan kasih yang berakar dalam ajaran dan teladan hidup Yesus Kristus.
Misi Kasih dalam Tindakan
Salah satu poin sentral dari ensiklik ini adalah ajakan untuk merenungkan kembali tentang pentingnya komunitas dan solidaritas dalam kehidupan beragama dan sosial. Paus menekankan bahwa kehidupan bersama dalam Gereja dan masyarakat harus diperkuat oleh tindakan kasih yang konkret, yang menyangkal diri dan mengutamakan kebaikan bersama. Ia menyerukan kepada umat beriman untuk melihat setiap perbuatan kasih sebagai perwujudan kasih Kristus yang menyembuhkan dan memulihkan.
Menurut Paus Fransiskus, setiap umat beriman dipanggil untuk menjadikan kasih sebagai inti dari perutusan dalam hidup mereka, baik dalam skala individu maupun komunal. Ia menantang umat Kristiani untuk tidak hanya membatasi iman mereka pada pengalaman spiritual personal, melainkan juga mengaktualisasikannya dalam tindakan nyata yang mendukung keadilan, perdamaian, dan perhatian terhadap yang lemah dan miskin. Dalam konteks ini, Paus mengutip contoh-contoh dari kehidupan para santo, yang kasih dan pengorbanan mereka menjadi sumber inspirasi dan perubahan dalam masyarakat.
Kecerdasan Hati di Era Kecerdasan Buatan
Bagaimana caranya untuk hidup dalam kasih di dunia saat ini, di era di mana Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence) mulai mendominasi ? Dalam Ensiklik Dilexit Nos, Paus Fransiskus menekankan bahwa, di era Kecerdasan Buatan, “kita tidak boleh melupakan bahwa puisi dan cinta diperlukan untuk menyelamatkan umat manusia” (Dilexit Nos n. 20). Menurut Paus, inti terdalam manusia adalah “hati”, sebab hatilah yang mengintegrasikan seluruh dimensi pribadinya, spiritual, emosional dan fisik.
Hati, tempat terdalam cinta kasih, memungkinkan setiap orang menyadari jati dirinya secara utuh : “jika cinta berkuasa, orang bisa mewujudkan identitasnya secara penuh dan terang, karena setiap manusia diciptakan terutama untuk mencintai” (Dilexit Nos n. 21). Dengan demikian, hakikat manusia terletak pada kemampuannya untuk mencintai, suatu kapasitas yang jauh melampaui fungsi kognitif atau teknis. Dengan kata lain, di era Kecerdasan Buatan, kecerdasan hatilah yang harus memandu jalan hidup kita.
Belajar dari Hati Yesus yang Penuh Kasih
Hati yang penuh cinta kasih, Allah menawarkannya kepada kita dalam Yesus Kristus. Hati-Nya yang memancarkan air dan darah di kayu salib mengungkapkan belas kasih dan kerahiman Allah yang tak terhingga bagi kita. Ia memanggil kita untuk menanggapinya dengan kasih yang ditujukan kepada sesama, terutama mereka yang lemah, miskin dan terpinggirkan. Dengan demikian, menurut Paus Fransiskus dalam ensikliknya, devosi kepada Hati Kudus Yesus pada dasarnya adalah sebuah undangan untuk membiarkan Kasih Allah meresapi dan mengubah setiap aspek dari kehidupan kita. Kasih ini menginspirasi, memotivasi dan mengarahkan kita untuk hidup dalam persaudaraan dan kepedulian terhadap sesama dan lingkungan (lih. Dilexit Nos n. 181-211).
Paus Fransiskus mengakhiri ensiklik Dilexit Nos dengan doa agar semua umat beriman dapat menanggapi panggilan untuk mengasihi dengan lebih mendalam. Ia berharap bahwa melalui kasih yang tulus dan aksi nyata, umat manusia dapat membangun dunia yang lebih adil dan penuh kasih, sebagai perwujudan nyata dari Kerajaan Allah. Dengan pesan yang penuh harapan namun juga menuntut refleksi dan perubahan yang nyata, Dilexit Nos merupakan seruan Paus Fransiskus untuk memulihkan integritas dan harmoni dalam kehidupan bersama, berdasarkan kasih yang telah diajarkan dan diteladankan oleh Yesus Kristus.