Gereja dan Internet

Gereja dan internet

DEWAN KEPAUSAN UNTUK KOMUNIKASI SOSIAL

GEREJA DAN INTERNET

I. PENGANTAR

1. Perhatian Gereja pada Internet merupakan ungkapan istimewa atas perhatiannya yang sudah berlangsung lama terhadap media komunikasi sosial. Dengan memandang media sebagai hasil proses sejarah ilmu pengetahuan yang melaluinya umat manusia berkembang “makin maju dalam penemuan sumber-sumber daya serta nilai-nilai yang terdapat dalam seluruh alam ciptaan”,[1] Gereja kerap menyatakan keyakinannya, bahwa media komunikasi sosial, sebagaimana ditegaskan oleh Konsili Vatikan II, merupakan “penemuan-penemuan teknologi yang mengagumkan”[2] yang meski telah melakukan banyak hal untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia, masih dapat berbuat lebih banyak lagi.

Dengan demikian, Gereja telah mengambil pendekatan yang pada dasarnya positif terhadap media sosial.[3] Bahkan ketika mengecam penyalahgunaan-penyalahgunaan yang serius, dokumen-dokumen Dewan Kepausan untuk Komunikasi Sosial telah berusaha keras menjelaskan bahwa “sikap pembatasan atau penyensoran saja dari pihak Gereja …. tidak cukup dan juga tidak tepat.”[4]

Dengan mengutip Ensiklik Miranda Prorsus dari Paus Pius XII tahun 1957, Ajaran Pastoral tentang Sarana Komunikasi Sosial Communio et Progressio, yang diterbitkan pada tahun 1971, menggarisbawahi aspek tersebut: “Gereja memandang sarana-sarana ini sebagai ‘anugerah-anugerah Allah’, sesuai rencana Penyelenggara- an Ilahi, dimaksudkan untuk menyatukan manusia dalam ikatan persaudaraan, agar menjadi teman sekerja dalam rencana-rencana penyelamatan-Nya”.[5] Hal tersebut tetap menjadi pandangan kami, dan itulah pandangan yang kami pegang tentang Internet.

2. Menurut Gereja, sejarah komunikasi manusia menyerupai sebuah perjalanan yang panjang, yang menuntun umat manusia “dari proyek Babel yang sombong, dengan akibat kekacauan dan saling tidak memahami (bdk. Kej 11:1-9) sampai pada Pentakosta dan karunia bahasa-bahasa: pemulihan komunikasi, yang berpusat pada Yesus, melalui tindakan Roh Kudus.”[6] Dalam wafat dan kebangkitan Kristus, komunikasi antar manusia telah menemukan cita-cita tertinggi dan model paling unggul di dalam Allah yang telah menjadi manusia dan saudara.[7]

Media komunikasi sosial modern adalah faktor budaya yang berpe ran dalam sejarah ini. Sebagaimana dinyatakan oleh Konsili Vatikan II, “sungguhpun kemajuan duniawi harus dengan cermat dibedakan dari pertumbuhan Kerajaan Kristus”, namun “kemajuan itu sangat penting bagi Kerajaan Allah, sejauh dapat membantu untuk mengatur masyarakat manusia secara lebih baik.”[8] Dengan mempertimbangkan media komunikasi sosial dari sudut pandang itu, kami menemukan bahwa media komunikasi sosial “sangat membantu untuk menyegarkan hati dan mengembangkan budi, dan untuk menyiarkan serta memantapkan Kerajaan Allah.”[9]

Dewasa ini hal tersebut terutama berlaku pada Internet, yang membantu membawa perubahan revolusioner dalam perdagangan, pendidikan, politik, jurnalisme, hubungan bangsa dengan bangsa dan budaya dengan budaya – perubahan tidak hanya dalam cara orang-orang berkomunikasi, tetapi juga dalam cara mereka memahami hidup mereka. Dalam dokumen pendamping, Etika dalam Internet, kami membicarakan hal-hal ini dari dimensi moralnya.[10] Dalam hal ini kami mempertimbangkan pengaruh Internet bagi agama dan terutama bagi Gereja Katolik.

3. Gereja memiliki tujuan ganda sehubungan dengan media komunikasi sosial. Tujuan pertama adalah mendorong perkembangan dan penggunaannya yang tepat demi kemajuan umat manusia, keadilan dan perdamaian – untuk pembangunan masyarakat di tingkat lokal, nasional dan komunitas dalam terang kebaikan bersama dan dalam semangat solidaritas. Mengingat sangat pentingnya komunikasi sosial, Gereja mengusahakan “dialog yang jujur dan penuh rasa hormat dengan mereka yang bertanggung jawab terhadap media komunikasi”, sebuah dialog yang terutama ditujukan untuk menyusun kebijakan media.[11] “Di pihak Gereja dialog ini mencakup usaha untuk memahami media komunikasi –tujuannya, prosedurnya, bentuk dan jenisnya, struktur di dalamnya dan metodenya– dan juga memberikan dukungan dan dorongan kepada mereka yang berkarya di bidang media komunikasi. Berdasarkan pemahaman dan dukungan yang simpatik ini, menjadi mungkinlah memberikan usul-usul yang berarti untuk menghilangkan hambatan-hambatan bagi kemajuan manusia dan pewartaan Injil.”[12]

Tetapi, perhatian Gereja juga berhubungan dengan komunikasi di dalam dan oleh Gereja sendiri. Komunikasi semacam itu lebih dari sekadar latihan teknis, karena “mulai dari komunikasi kasih antar Pribadi-Pribadi ilahi dan juga dalam komunikasi Mereka dengan kita”, dan dalam pemahaman bahwa komunikasi Tritunggal “menjangkau umat manusia: Putra adalah Sabda, yang secara abadi ‘disabdakan’ oleh Bapa, dalam dan melalui Yesus Kristus, Putra dan Sabda yang menjadi manusia, Allah mengomunikasikan Diri-Nya dan penebusan-Nya kepada manusia, kaum perempuan dan kaum laki-laki.”[13]

Allah melanjutkan berkomunikasi dengan umat manusia melalui Gereja, pembawa dan penjaga pewahyuan-Nya. Hanya kepada Kuasa Mengajar Gerejalah Allah mempercayakan tugas untuk menafsirkan secara autentik sabda-Nya.[14] Tambahan pula, Gereja sendiri adalah communio, persekutuan orang-orang dan komuntas-komunitas Ekaristis yang berasal dari dan mencerminkan persekutuan Allah Tritunggal.[15] Maka, komunikasi merupakan hakikat Gereja. Itulah sebabnya, motivasi ini, lebih dari apa pun, menjelaskan mengapa “praktek komunikasi Gereja hendaknya patut dicontoh, yang mencerminkan standar yang tinggi dari kebenaran, pertanggungjawaban, kepekaan terhadap hak-hak manusia, serta prinsip-prinsip dan norma-norma lain yang relevan.”[16]

4. Tigapuluh tahun yang lalu Communio et Progressio menunjukkan bahwa “penemuan-penemuan terkini menawarkan kepada manusia cara-cara baru perjumpaan dengan kebenaran injili.”[17] Paus Paulus VI mengatakan Gereja “merasa bersalah di hadapan Tuhan” jika gagal menggunakan media komunikasi untuk evangelisasi.[18] Paus Yohanes Paulus II menyebut media sebagai “Areopagus pertama abad modern”, dan menyatakan bahwa “maka, tidaklah cukup untuk menggunakan media itu hanya untuk menyebarluaskan pesan Kristiani dan ajaran autentik Gereja. Adalah perlu juga mengintegrasikan pesan itu ke dalam ‘kebudayaan baru’ yang diciptakan oleh komunikasi-komunikasi modern.”[19] Melakukan hal itu sangatlah penting dewasa ini, karena sarana komunikasi sosial tidak hanya sangat kuat mempengaruhi apa yang dipikirkan oleh orang- orang tentang hidup, tetapi juga secara luas “pengalaman manusiawi itu sendiri adalah suatu pengalaman yang berasal dari media massa.”[20]

Semua ini berlaku juga bagi internet. Walaupun dunia komunikasi sosial “terkadang tampak bertentangan dengan warta Kristiani, itu juga memberi kesempatan unik untuk mewartakan kebenaran Kristus yang menyelamatkan kepada seluruh keluarga umat manusia. Pertimbangkan … kemampuan positif internet untuk menyalurkan informasi dan ajaran yang bersifat religius melampaui semua penghalang dan batas-batas. Begitu banyak orang yangtelah mewartakan Injil sebelum kita tentu tidak pernah dapat membayangkanpublik yang begitu luas…. Orang-orang Katolik hendaknya jangan takut membukakanpintu dunia komunikasi sosial bagi Kristus, sehingga Kabar Gembira-Nya dapat terdengar dari atap-atap dunia.”[21]

II. KESEMPATAN DAN TANTANGAN

5. “Komunikasi di dalam dan oleh Gereja secara hakiki merupakan komunikasi Kabar Baik dari Yesus Kristus. Merupakan suatu pewartaan Injil sebagai sabda profetis, yang membebaskan, kepada para pria dan wanita zaman sekarang. Juga merupakan kesaksian mengenai kebenaran ilahi dan tujuan manusia yang transenden, dalam menghadapi sekularisasi yang radikal ini. Komunikasi oleh Gereja tadi merupakan kesaksian mengenai keadilan dan persatuan di antara para bangsa, orang-orang dan kebudayaan, yang diberikan dalam solidaritas dengan semua kaum beriman menghadapi konflik dan perpecahan.”[22]

Karena mewartakan Kabar Baik kepada orang-orang yang dibentuk oleh budaya media komunikasi sosial menuntut pertimbangan cermat tentang kekhasan media komunikasi sosial, maka Gereja saat ini perlu memahami internet. Hal itu perlu untuk berkomunikasi secara efektif dengan orang-orang, terutama orang-orang muda, yang dipenuhi dengan pengalaman tentang teknologi baru ini, dan juga untuk menggunakannya dengan baik.

Media komunikasi sosial memberi manfaat-manfaat penting dan keuntungan-keuntungan dari perspektif religius: “Media komunikasi sosial membawa berita-berita dan informasi mengenai peristiwa-peristiwa keagamaan, gagasan-gagasan keagamaan, dan tokoh-tokoh agama; media merupakan alat untuk evangelisasi dan katekese. Dari hari ke hari media komunikasi sosial memberi informasi, dorongan serta kesempatan untuk beribadat bagi orang- orang yang terpaksa harus tinggal di rumah mereka atau lembaga mereka.”[23] Selain dari semua manfaat ini, ada juga yang kurang lebih khas bagi internet. Internet menyediakan akses langsung dan segera ke sumber-sumber penting religius dan spiritual – perpustakaan-perpustakaan besar, museum-museum dan tempat-tempat ibadat, dokumen-dokumen Magisterium, tulisan-tulisan para Bapa dan Doktor Gereja, serta kebijaksanaan religius berabad-abad. Internet memiliki kemampuan luar biasa mengatasi jarak dan isolasi dengan menghubungkan orang-orang dengan mereka yang sama-sama mempunyai kehendak baik yang bergabung dalam komunitas iman virtual untuk saling menyemangati dan membantu satu sama lain. Gereja dapat memberikan pelayanan penting kepada orang-orang Katolik maupun orang-orang bukan Katolik dengan memilih dan menyampaikan data-data yang berguna melalui internet.

Internet penting bagi banyak kegiatan dan program Gereja seperti evangelisasi, termasuk baik reevangelisasi, evangelisasi baru dan kegiatan-kegiatan tradisional misioner ad gentes, katekese dan bentuk-bentuk lain – pendidikan, berita-berita dan informasi, pembelaan iman, pemerintahan, administrasi dan beberapa bentuk bimbingan rohani dan pastoral.

Walaupun realitas virtual dunia maya tidak dapat menggantikan komunitas antarpribadi yang autentik atau realitas sakramen- sakramen dan liturgi atau pewartaan Injil seketika dan langsung, internet dapat melengkapi hal-hal tersebut, mendorong orang- orang untuk menghayati iman secara lebih penuh dan memperkaya kehidupan religius para pengguna. Internet juga merupakan sarana bagi Gereja untuk berkomunikasi dengan kelompok- kelompok tertentu, seperti orang-orang muda dan orang-orang dewasa, orang lanjut usia dan mereka yang tidak bisa meninggalkan rumah karena sakit, orang-orang yang hidup di daerah-daerah terpencil, para anggota badan-badan religius lain, yang mungkin sulit dijangkau.

Semakin berkembanglah jumlah paroki, keuskupan, tarekat dan lembaga yang terkait dengan Gereja, program-program, dan semua jenis organisasi yang menggunakan internet untuk tujuan ini dan lainnya. Proyek-proyek kreatif yang disponsori oleh Gereja berlangsung di beberapa tempat pada tingkat nasional dan regional. Takhta Suci telah aktif di bidang ini selama beberapa tahun dan terus meluaskan serta mengembangkan kehadirannya dalam internet. Kelompok-kelompok yang berhubungan dengan Gereja yang belum mengambil langkah masuk ke dunia maya didorong untuk memikirkan kemungkinan melakukannya secepat mungkin. Kami sangat menganjurkan pertukaran gagasan dan informasi tentang internet di antara mereka yang sudah berpengalaman di bidang itu dan mereka yang merupakan para pemula.

6. Gereja juga perlu mengerti dan menggunakan internet sebagai sarana komunikasi internal. Untuk itu perlu diingat sifat khususnya sebagai media yang langsung, seketika, interaktif dan partisipatif.

Interaksi dua arah internet sedang memudarkan perbedaan lama antara mereka yang menyampaikan dan mereka yang menerima warta,[24] serta menciptakan situasi, di mana sekurang-kurangnya secara potensial, setiap orang bisa melakukan kedua-duanya. Maka, ini bukan lagi soal komunikasi masa lalu yang mengalir dari satu arah dan dari atas ke bawah. Karena semakin banyak orang memahami sifat khusus internet ini dalam bidang-bidang lain kehidupan mereka, maka dapat diharapkan bahwa mereka meng- gunakannya, bahkan di bidang agama dan Gereja.

Teknologinya baru, tetapi gagasannya tidak. Konsili Vatikan II telah menyatakan hendaknya para anggota Gereja menyampaikan kepada para pastor mereka “kebutuhan-kebutuhan dan keinginan- keinginan mereka kepada para imam, dengan kebebasan dan kepercayaan, seperti layaknya bagi anak-anak Allah dan saudara-saudara dalam Kristus”; pada kenyataannya, sesuai dengan pengetahuan, kemampuan, atau kedudukan mereka, orang-orang beriman tidak hanya mempunyai hak, tetapi bahkan kewajiban “menyatakan pandangan mereka tentang hal-hal yang menyangkut kesejahteraan Gereja.”[25] Communio et Progressio telah menyatakan, bahwa sebagai “Tubuh yang hidup” Gereja “membutuhkan pendapat umum, yang diperolehnya dari dialog antar anggota-anggota yang berbeda.”[26] Meskipun kebenaran-kebenaran iman “tidak bisa diserahkan kepada penafsiran bebas pribadi-pribadi”, Instruksi Pastoral mengamati bahwa “sangat luaslah cakupan pencarian, yang di dalamnya dapat diwujudkan dialog internal itu.”[27]

Gagasan yang sama dikemukakan dalam Kitab Hukum Kanonik[28] dan juga dalamdokumen-dokumen mutakhir Dewan Kepausan untuk Komunikasi Sosial.[29] Aetatis Novae menyebut komunikasi dua arah dan pendapat umum sebagai “salah satu cara merealisasikan secara konkret sifat Gereja sebagai communio”.[30] Etika dalam Komunikasi Sosial mengatakan: “Aliran informasi dua arah dan tukar pandangan antara para pastor dengan umat beriman, kebebasan untuk mengungkapkan hal yang peka demi kebaikan komunitas dan peranan Kuasa Mengajar Gereja dalam memupuk hal itu, dan pendapat umum yang bertanggung jawab, semuanya merupakan ungkapan penting dari ‘hak fundamental untuk berdialog serta informasi dalam Gereja’ (Aetatis Novae, no. 10; lih. Communio et Progressio, no. 20)”.[31] Internet merupakan sarana teknologi yang efektif untuk merealisasikan visi ini.

Jadi, kita memiliki alat yang dapat digunakan secara kreatif untuk berbagai aspek administrasi dan pemerintahan. Bersamaan dengan terbukanya saluran-saluran pengungkapan pendapat umum, kami berpikir tentang kesempatan untuk berkonsultasi dengan para pakar, mempersiapkan pertemuan-pertemuan, dan bekerja sama dengan Gereja-gereja partikular dan dengan Tarekat-tarekat Religius di tingkat lokal, nasional dan internasional.

7. Pendidikan dan pelatihan itu merupakan bidang lain yang menguntungkan dan perlu. “Pada zaman sekarang ini setiap orang memerlukan beberapa bentuk pendidikan media yang terus- menerus, entah dengan studi pribadi atau ikut ambil bagian dalam suatu program yang terorganisir atau kedua-duanya. Lebih dari hanya sekedar mengajarkan mengenai teknik-teknik, pendidikan bermedia membantu orang untuk membentuk standar dari selera yang baik dan penilaian moral yang benar, salah satu segi dalam pembentukan suara hati. Melalui sekolah-sekolah dan program- program pendidikannya, Gereja hendaknya menyediakan pendidikan bermedia semacam ini (lih. Aetatis Novae, no. 28; Communio et Progressio, no. 107).”[32]

Pendidikan dan pelatihan mengenai internet harus menjadi bagian dari program komprehensif pendidikan bermedia yang tersedia bagi para anggota Gereja. Sedapat mungkin rencana pastoral komunikasi sosial hendaknya menyediakan pelatihan ini dalam pembinaan para seminaris, imam, religius, dan tenaga pastoral awam serta para guru, orangtua, dan siswa.[33]

Terutama kepada orang-orang muda tidak hanya perlu diajari menjadi orang-orang Kristiani yang baik sebagai “pembaca, pendengar, atau penonton yang cakap, namun juga yang memberi kemungkinan untuk menggunakan secara aktif segala kemungkinan bantuan yang ditawarkan oleh alat-alat komunikasi. Dengan demikian orang-orang muda akan menjadi warga sepenuhnya dari era komunikasi sosial, yang telah mulai pada zaman kita ini”[34], zaman di mana sarana komunikasi sosial dilihat “terutama sebagai bagian dari suatu budaya yang masih berkembang, yang implikasi sepenuhnya masih belum dimengerti dengan tepat.”[35]

Pengajaran tentang internet dan teknologi baru mencakup lebih banyak dari pada sekadar mengajarkan hal-hal teknis. Orang-orang muda perlu belajar bagaimana hidup baik dalam dunia maya, tahu bagaimana mengambil keputusan yang tepat seturut kriteria moral yang sehat tentang apa yang mereka temukan di sana, dan menggunakan teknologi baru bagi perkembangan seutuhnya dan kebaikan sesama.

8. Internet juga menimbulkan beberapa masalah khusus bagi Gereja, di samping masalah yang bersifat umum, seperti dibahas dalam Etika dalam Internet, sebagai lampiran dokumen ini.[36] Sambil menekankan aspek-aspek positif internet, penting menjadi jelas tentang apa yang negatif.

Pada tingkat yang sangat dalam, “dunia media sosial kadangkala bisa tampak tidak jelas dan malah bersikap memusuhi iman dan moral Kristen. Hal ini sebagian disebabkan oleh fakta bahwa budaya media komunikasi secara sangat mendalam dipengaruhi oleh gaya hidup postmodernisme sehingga yang menjadi kebenaran mutlak adalah bahwa tidak ada kebenaran mutlak atau bahwa, kalau pun ada, kebenaran-kebenaran itu tak dapat dijangkau oleh akal budi manusia dan, dengan demikian, menjadi tidak relevan.”[37]

Di antara masalah-masalah khusus yang ditimbulkan internet ialah kehadiran situs-situs kebencian yang digunakan untuk menjelek- jelekkan danmenyerang agama-agama serta kelompok-kelompok etnis. Salah satu targetnya adalah Gereja Katolik. Seperti pornografi dan kekerasan dalam media sosial, situs kebencian di internet merupakan “dimensi paling gelap kodrat manusia yang dirusak oleh dosa.”[38] Bahkan, jika rasa hormat terhadap kebebasan berekspresi, sampai pada titik tertentu, bisa menuntut toleransi bahkan terhadap ujaran kebencian, kritik diri –dan, kalau diperlukan, campur tangan otoritas publik–, harus menetapkan dan menerapkan batasan-batasan yang wajar pada apa yang boleh dikatakan.

Merebaknya situs-situs web yang menamakan diri Katolik menciptakan masalah jenis lain. Seperti telah kami katakan, hendaknya kelompok-kelompok yang terkait denganGereja, hadir secara kreatif dalam internet. Individu-individu dan kelompok-kelompok tidak resmi yang telah termotivasi dan terinformasi dengan baik, yang bertindak atas inisiatif mereka sendiri, punya hak yang sama untuk berada di sana. Tetapi, inilah yang membingungkan, paling tidak, yakni tidak membedakan antara penafsiran ajaran eksentrik, praktik-praktik devosi yang berlebihan, dan pewartaan ideologi yang berlabel “Katolik”, dari posisi autentik Gereja.

Berikut ini kami menyarankan sebuah pendekatan terhadap masalah ini.

9. Masalah-masalah lainnya masih membutuhkan suatu refleksi. Terkait dengan hal ini, kami sarankan penelitian dan studi lanjut, termasuk “suatu antropologi dan teologi tentang komunikasi”[39], yang secara eksplisit merujuk pada internet. Bersama dengan studi dan penelitian, perencanaan pastoral yang positif untuk penggunaan internet perlu dipromosikan.[40]

Misalnya, bagaimana banyaknya pilihan terhadap produk-produk dan layanan dalam internet bisa memiliki efek pendorong, juga dalam hal agama, dan mengembangkan suatu pendekatan konsumeristik terhadap masalah-masalah iman. Data-data menimbulkan pemikiran bahwa beberapa pengunjung situs web keagamaan seolah-olah berada di dalam semacam supermarket, mengenali  dan memilih unsur-unsur perangkat keagamaan yang sesuai dengan cita rasa pribadi mereka. “Kecenderungan pada beberapa orang Katolik untuk selektif dalam ketaatan mereka” pada ajaran Gereja adalah suatu
masalah umum juga dalam konteks lain.[41] Dibutuhkan lebih banyak informasi tentang besarnya masalah itu di dalam internet.

Demikian pula, seperti telah disampaikan di atas, realitas virtual dunia maya memiliki beberapa implikasi mencemaskan bagi agama dan juga bagi bidang-bidang kehidupan lainnya. Realitas virtual tidak bisa menggantikan kehadiran nyata Kristus dalamEkaristi, realitas sakramental dari sakramen-sakramen lainnya, dan ibadah yangdirayakan di dalam komunitas manusiawi dalam daging dan darah. Tidak ada sakramen-sakramen dalam internet. Juga pengalaman-pengalaman religius, yang ada karena rahmat Allah, tidak cukup jika dipisahkan dari interaksi dunia nyata dengan orang- orang beriman lainnya. Itulah aspek lain dari internet yang memerlukan studi dan refleksi. Pada saat yang sama, rencana pastoral hendaknya memikirkan bagaimana menuntun orang-orang dari dunia maya ke dalam komunitas nyata dan bagaimana, melalui ajaran dan katekese, kemudian internet dapat dipergunakan untuk mendukung dan memperkaya mereka dalam komitmen Kristiani mereka.

III. REKOMENDASI DAN PENUTUP

10. Orang-orang beragama, sebagai bagian pengguna internet yang berjumlah besar, dengan minat mereka masing-masing yang khusus dan sah, ingin menjadi bagian dari proses yang memandu perkembangan masa depan sarana baru ini. Tentu, kadang-kadang mereka akan terpaksa mengubah cara berpikir dan bertindak mereka sendiri.

Juga penting bahwa orang-orang pada semua tingkatan Gereja menggunakaninternet secara kreatif untuk memenuhi tanggung jawab mereka dan mengembangkan kegiatan Gereja. Menarik diri dengan malu-malu karena takut pada teknologi atau karena alasan lain tidak dapat diterima, terutama mengingat banyaknya kemungkinan-kemungkinan positif yang ditawarkan internet. “Cara-cara memfasilitasi komunikasi dan dialog di antara para anggotanya sendiri dapat memperkuat ikatan kesatuan di antara mereka. Akses seketika ke informasi memungkinkan Gereja memperdalam dialog dengan dunia modern… Gereja dapat lebih siap memberi informasi kepada dunia tentang “credo”nya dan menjelaskanalasan-alasan sikapnya tentang masalah atau peristiwa apa pun. Gereja dapat lebih jelas mendengar suara pendapat umum, dan masuk ke dalam diskusi yang berkelanjutan dengan dunia sekelilingnya, dan dengan demikian lebih cepat melibatkan diri dalam pencarian bersama untuk pemecahan banyak masalah kemanusiaan yang mendesak.”[42]

11. Maka, sebagai penutup refleksi ini, kami sampaikan kata-kata peneguhan kepada berbagai kelompok, para pemimpin Gereja, para petugas pastoral, para pendidik, para orangtua dan terutama para orang muda.

Kepada para pemimpin Gereja:

Orang-orang di dalam posisi kepemimpinan di semua sektor Gereja perlu memahami sarana komunikasi sosial, menerapkan pemahaman itu dalam perumusan program-program pastoral terhadap komunikasi sosial[43] bersama dengan kebijakan-kebijakan konkret dan program-program di bidang ini, dan dengan tepat menggunakan sarana komunikasi sosial. Jika perlu, para penanggung jawab Gereja sendiri harus menerima pendidikan media massa. Sesungguhnya “Gereja akan dilayani dengan baik kalau semakin banyak di antara mereka yang memiliki jabatan dan melakukan fungsi atas nama Gereja mendapatkan latihan komunikasi.”[44]

Hal ini berlaku untuk internet dan juga untuk sarana-sarana komunikasi sosial yang lebih tua. Para pemimpin Gereja wajib menggunakan “kemampuan penuh ‘abad komputer’ untuk melayani panggilan manusiawi dan transenden setiap orang, dan dengan demikian meluhurkan Bapa, yang dari-Nya segala yang baik berasal.”[45] Mereka harus menggunakan teknologi mengagumkan ini dalam banyak aspek yang berbeda dari perutusan Gereja, sementara juga menjajagi kemungkinan-kemungkinan kerja sama ekumenis dan antaragama.

Suatu aspek khusus internet, seperti telah kita amati, mengenai pertambahan jumlah –yang terkadang menciptakan kebingungan– situs-situs web tidak resmi, yang menyebut diri mereka ‘Katolik’. Sistem sertifikasi sukarela di tingkat lokal dan nasional di bawah pengawasan perwakilan Magisterium mungkin berguna dalam hubungan dengan bahan yang khusus bersifat ajaran atau kateke- tis. Gagasan ini bukan untuk memberlakukan penyensoran, tetapi untuk memberikan kepada para pengguna internet pedoman yang terpercaya tentang apa yang sesuai dengan posisi autentik Gereja.

Kepada para petugas pastoral:

Para imam, diakon, biarawan- biara- wati, dan petugas pastoral awam hendaknya mempelajari sarana komunikasi sosial untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang dampak komunikasi sosial terhadap individu-individu dan masyarakat dan membantu mereka memperoleh metode komunikasi yang disesuaikan dengan kepekaan dan minat orang-orang.

Pada zaman sekarang hal ini jelas mencakup pelatihan mengenai internet, termasuk bagaimana menggunakannya dalam karya mereka. Situs web dapat juga digunakan untuk menawarkan pembaruan teologi dan saran-saran pastoral.

Sedangkan mengenai personel Gereja yang terlibat langsung dalam sarana komunikasi sosial, berlebihanlah mengatakan bahwa mereka harus mendapatkan pelatihan profesional. Tetapi, mereka juga harus memperoleh pendidikan doktrinal dan spiritual, karena “untuk memberi kesaksian tentang Kristus perlulah menjumpai- Nya secara pribadi dan memupuk hubungan pribadi dengan Dia melalui doa, Ekaristi dan Sakramen Rekonsiliasi, bacaan dan refleksi akan sabda Allah, studi ajaran Kristiani, dan pelayanan pada sesama.”[46]

Kepada para pendidik dan para katekis:

Instruksi Pastoral Communio et Progressio berbicara tentang “kewajiban mendesak” sekolah- sekolah Katolik untuk melatih para pemberi dan penerima komunikasi sosial berdasarkan prinsip-prinsip Kristiani yang relevan.[47] Pesan yang sama telah diulang berkali-kali. Pada zaman internet, dengan jangkauan dan dampaknya yang luar biasa, kebutuhan itu lebih mendesak daripada sebelumnya.

Universitas-universitas, kolese-kolese, sekolah-sekolah, dan program-program pendidikan Katolik di semua tingkat hendaknya memberikan kursus kepada berbagai macam kelompok –“para seminaris, para imam, para bruder dan suster, dan para pemimpin awam… para guru, para orangtua, dan para siswa”[48]–, juga pelatihan lebih lanjut dalam teknologi, manajemen, etika, dan hal-hal kebijakan komunikasi kepada mereka yang menyiapkan diri untuk berkarya di bidang komunikasi sosial atau yang memiliki peran dalam pengambilan keputusan, termasuk mereka yang berkarya di bidang komunikasi sosial bagi Gereja. Lebih lanjut, kami serahkan persoalan dan permasalahan tersebut di atas kepada para pakar dan peneliti dalam ilmu-ilmu yang relevan di lembaga-lembaga perguruan tinggi Katolik.

Kepada para orangtua:

Demi kebaikan anak-anak mereka, dan juga demi mereka sendiri, orangtua harus “belajar menjadi pengamat, pendengar dan pembaca yang jeli, dengan bertindak sebagai teladan pengguna media yang bijak di rumah.”[49] Sejauh menyangkut internet, anak-anak dan orang-orang muda kerap kali lebih terbiasa dengan sarana ini daripada orangtua mereka. Meski demikian, orangtua sungguh-sungguh wajib membimbing dan mengawasi anak-anak mereka dalam penggunaannya.[50] Jika untuk itu berarti harus mempelajari internet lebih banyak lagi daripada yang telah dilakukan hingga saat ini, itu akan lebih baik.

Pengawasan orang tua hendaknya termasuk memastikan bahwa teknologi penyaringan diterapkan dalam komputer yang disediakan bagi anak-anak, jika hal tersebut memungkinkan dari segi keuangan dan teknik, dengan tujuan melindungi mereka sejauh mungkin dari pornografi, kekerasan seksual dan ancaman-ancaman lainnya. Pencarian dalam internet yang tidak diawasi hendaknya tidak diperbolehkan. Orangtua dan anak-anak hendaknya mendiskusikan apa yang dilihat dan dialami dalam dunia maya. Bertukar pikiran dengan keluarga-keluarga lain yang menghayati nilai dan memiliki keprihatinan yang sama juga akan berguna. Tugas utama orangtua adalah membantu anak-anak menjadi pengguna internet yang bertanggung jawab dan mampu untuk memilah dan memilih.

Kepada anak-anak dan orang-orang muda:

Internet adalah sebuah pintu yang terbuka ke dunia yang memikat dan mengasyikkan dengan pengaruh formatif yang kuat. Namun, tidak semua yang  ada di balik pintu itu sehat, aman dan benar. “Sesuai dengan umur mereka dan keadaan, para anak-anak dan kaum muda hendaknya terbuka terhadap pendidikan yang menyangkut media, dengan menolak jalan yang mudah yaitu sikap pasif yang tidak kritis, tekanan dari rekan-rekan seusia, serta tekanan komersial.”[51]

Orang-orang muda memiliki kewajiban menggunakan internet dengan baik untuk diri mereka sendiri, orangtua, keluarga, teman, pastor, guru, dan akhirnya untuk menaati Tuhan.

Internet menawarkan kepada orang-orang muda kemungkinan besar untuk berbuat baik dan berbuat jahat kepada diri sendiri dan kepada orang-orang lain. Internet dapat memperkaya hidup mereka dengan cara yang sama sekali tak pernah dapat dibayangkan oleh generasi-generasi sebelumnya, dan pada gilirannya memampukan mereka untuk memperkaya hidup orang-orang lain. Inter- net juga bisa menggiring mereka ke dalam konsumerisme, membangkitkan fantasi-fantasi pornografi dan kekerasan, serta menyingkirkan mereka ke pengasingan patologis.

Orang-orang muda, seperti kerap kali dikatakan, merupakan masa depan masyarakat dan Gereja. Penggunaan internet dengan baik dapat membantu mempersiapkan mereka dalam mengemban tanggung jawab mereka terhadap masyarakat dan Gereja. Tetapi hal itu tidak terjadi secara otomatis. Internet bukan hanya sarana hiburan dan kepuasan konsumen. Internet adalah sarana untuk menyelesaikan pekerjaan yang berguna, dan orang-orang muda harus mengerti hal ini dan menggunakannya demikian. Di dunia maya, seperti di setiap tempat lainnya, orang-orang muda bisa terpanggil untuk berjalan melawan arus, melakukan budaya tandingan, bahkan untuk menderita penganiayaan demi kebenaran dan kebaikan.

Kepada semua orang yang berkehendak baik:

12. Akhirnya, kami ingin menyampaikan sepatah kata tentang beberapa keutamaan yang perlu dipupuk oleh setiap orang yang ingin menggunakan internet dengan baik. Penggunaannya harus berdasarkan penilaian riil terhadap isi internet.

Perlu sangat berhati-hati dalam menyimak dengan jelas implikasi- implikasinya, kemampuan baik dan jahatnya sarana baru ini dan untuk menanggapi secara kreatif tantangan-tantangan yang dihadapi dan kesempatan-kesempatannya yang ditawarkan.

Perlulah keadilan, terutama untuk menghilangkan “kesenjangan digital”, kesenjangan informasi antara orang kaya dan orang miskin di dunia dewasa ini.[52] Hal ini menuntut komitmen, demi kebaikan bersama internasional, dan “globalisasi solidaritas.”[53]

Perlulah kekuatan dan keberanian. Ini berarti mempertahankan iman melawan relativisme agama dan moral, altruisme dan kemurahan hati melawan konsumerisme individualistik dan kesusilaan melawan sensualitas dan dosa.

Diperlukan keugaharian, pendekatan disiplin diri terhadap alat teknologi yang luar biasa ini, internet, untuk menggunakannya dengan bijak dan hanya untuk melakukan kebaikan.

Dalam berefleksi tentang internet, seperti tentang sarana komunikasi sosial lainnya, kami mengingatkan bahwa Kristus adalah “Sang Komunikator sempurna”,[54] norma dan model pendekatan Gereja terhadap komunikasi, dan juga isi, yang wajib dikomunikasikan oleh Gereja. “Semoga orang-orang Katolik yang terlibat dalam dunia komunikasi sosial memberitakan kebenaran Yesus dengan lebih gembira dan berani dari atap-atap rumah, sehingga semua orang, laki-laki dan perempuan, dapat mengenal kasih yang merupakan pusat komunikasi, yang dilakukan Allah tentang Diri-Nya dalam Yesus Kristus, yang selalu sama, kemarin, hari ini dan selamanya.”[55]

Kota Vatikan, 22 Februari 2002, pada Pesta Takhta Santo Rasul Petrus.

John P. Foley
Ketua

 

Pierfranco Pastore
Sekretaris

Diambil dari Seri Dokumen Gerejawi No. 111: (A) Gereja dan Internet, (B) Etika dalam Internet,
(C) Perkembangan Cepat
, Dokpen KWI.

Catatan kaki:

[1] Yohanes Paulus II, Ensiklik Laborem Exercens, no. 25; bdk. Konsili Vatikan II, Konstitusi Pastoral Gereja dalam Dunia Modern Gaudium et Spes, no. 34.

[2] Konsili Vatikan II, Dekrit tentang Upaya-Upaya Komunikasi Sosial Inter Mirifica, no. 1.

[3] Misalnya, Inter Mirifica; Pesan Paus Paulus VI dan Paus Yohanes Paulus II pada Peringatan Hari Komunikasi Dunia; Dewan Kepausan untuk Komunikasi Sosial, Ajaran Sosial Communio et Progressio, Pornografi dan Kekerasan dalam Media Komunikasi: Tanggapan Pastoral; Ajaran Pastoral Aetatis Novae, Etika dalam Iklan, Etika dalam Komunikasi Sosial.

[4] Pornografi dan Kekerasan dalam Media Komunikasi, no. 30.

[5] Communio et Progressio, no. 2.

[6] Yohanes Paulus II, Pesan untuk Hari Komunikasi se-Dunia ke-34, 4 Juni 2000.

[7] Bdk. Communio et Progressio, no. 10.

[8] Konsili Vatikan II, Konstitusi Pastoral Gereja di Dunia Modern Gaudium et Spes, no. 39.

[9] Inter Mirifica, 2.

[10] Dewan Kepausan untuk Komunikasi Sosial, Etika dalam Internet.

[11] Aetatis Novae, 8.

[12] Ibid.

[13] Etika dalam Komunikasi Sosial, no. 3.

[14] Bdk. Konsili Vatikan II, Konstitusi Dogmatik tentang Wahyu Ilahi Dei Verbum, no. 10.

[15] Aetatis Novae, no. 10.

[16] Etika dalam Komunikasi Sosial, no. 26.

[17] Communio et Progressio, no. 128.

[18] Seruan Apostolik Evangelii Nuntiandi, no. 45.

[19] Ensiklik Redemptoris Missio, no. 37.

[20] Aetatis Novae, no. 2.

[21] Yohanes Paulus II, Pesan untuk Hari Komunikasi Dunia ke-35, 27 Mei, 2001, no. 3.

[22] Aetatis Novae, no. 9.

[23] Etika dalam Komunikasi Sosial, no. 11.

[24] Bdk. Communio et Progressio, no. 15.

[25] Konstitusi Dogmatik tentang Gereja Lumen Gentium, no. 37.

[26] Communio et Progressio, no. 115.

[27] Ibid., no. 117.

[28] Bdk. Kanon 212 § 2, 212 § 3.

[29] Bdk. Aetatis Novae, no. 10, Etika dalam Komunikasi Sosial, no. 26.

[30] Aetatis Novae, no. 10.

[31] Etika dalam Komunikasi Sosial, no. 26.

[32] Etika dalam Komunikasi Sosial, no. 25.

[33] Aetatis Novae, no. 28.

[34] Communio et Progressio, no. 107.

[35] Yohanes Paulus II, Pesan untuk Hari Komunikasi Dunia ke-24, 1990.

[36] Bdk. Etika dalam Internet.

[37] Yohanes Paulus II, Pesan untuk Hari Komunikasi Dunia ke- 35, no. 3.

[38] Pornografi dan Kekerasan dalam Media Komunikasi, no. 7.

[39] Aetatis Novae, no. 8.

[40] Bdk. Yohanes Paulus II, Surat Apostolik Novo Millennio Ineunte, no. 39.

[41] Bdk. Yohanes Paulus II, Sambutan kepada para Uskup Amerika Serikat, no. 5, Los Angeles, 16 Septemeber , 1987.

[42] Yohanes Paulus II, Pesan untuk Hari Komunikasi Dunia ke-24, 1990.

[43] Bdk. Aetatis Novae, no. 23-33.

[44] Etika dalam Komunikasi Sosial, no. 26.

[45] Pesan untuk Hari Komunikasi Dunia ke-24, 1990.

[46] Pesan untuk Hari Komunikasi Dunia ke-34, 2000.

[47] Communio et Progressio, no. 107.

[48] Aetatis Novae, no. 28.

[49] Etika dalam Komunikasi Sosial, no. 25.

[50] Bdk. Yohanes Paulus II, Seruan Apostolik Pasca Sinode Familiaris Consortio, no. 76.

[51] Etika dalam Komunikasi Sosial, no. 25.

[52] Bdk. Etika dalam Internet, no. 10, 17.

[53] Yohanes Paulus II, Sambutan kepada Sekretaris Jendral PBB dan kepada Komisi Administratif Koordinasi PBB, no. 2, 7 April, 2000.

[54] Communio et Progressio, no. 11.

[55] Pesan untuk Hari Komunikasi Dunia ke-35, no. 4.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.